Rabu, 13 Mei 2009

IDEALISME TAUHID

“Agama merupakan aturan Allah yang temaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah nabi-Nya yang shahih baik berupa perintah maupun larangan, untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat”.

Agama sebagai pedoman hidup manusia, dengan agama manusia hidup penuh kemuliaan dan kebijaksanaan. Setiap manusia pada prinsipnya mencintai akan kebenaran, kearifan, kemuliaan dan kebijaksanaan yang merupakan nilai-nilai spiritual. Kalau ada manusia yang melakukan kejahatan dan kemungkaran sebetulnya dalam dirinya itu terjadi pertentangan antara bisikan baik dan buruk. Sewaktu di muallimin penulis mempunyai seorang teman satu angkatan yang dalam pemahaman agamanya cukup lumayan bagus, tetapi setelah berpisah sekian tahun penulis kaget dengan pola fikirnya sedikit ngawur, terutama dalam kajian masalah agama, dia bilang bahwa semua agama itu benar, dan akan di terima di sisi Allah, setiap penganutnya yang mengerjakan kebaikan akan masuk surga. Kemudian penulis bertanya apakah ini yang di sebut filsafat agama? Terus dia bilang “pelajarilah filsafat nanti akan menemukan jawabannya”. saya bilang kalau orang belajar filsafat dengan benar, tentu akan berhati-hati dalam berbicara karena filsafat mengajarkan kebijaksanaan dalam hidup.

Hidup ini memang bermakna, mengandung banyak kebaikan. Banyak toleransi, dan penuh hikmah. Mempelajari filsafat bukan berarti ngawur ngomong yang aneh-aneh tidak ada dalam kamus filsafat. Berfilsafat berarti memahami esensi kebenaran dalam suatu objek, memahami realitas kehidupan, berfikir bagaimana konsiten dalam mengerjakan kebaikan, memahami hakikat manusia, mengerti tugas hidup di dunia. Filsafat mengandung arti cinta kebenaran, cinta kedamaian, dan cinta kebijaksanaan. Orang yang mempelajari filsafat dengan benar akan selalu hati-hati dalam agama. Gunanya kita mempelajari filsafat, untuk mengkritisi permasalahan yang menyimpang, membetulkan pemikiran-pemikiran yang salah, berhati-hati terhadap doktrin-doktrin filsafat yang menyimpang, kalau filsafat tidak di barengi dengan basic tauhid mungkin bisa menyesatkan seseorang, karena filsafat adalah rasio atau akal. Jika seseorang mengerti bahwa filsafat dengan agama tidak bertentangan, maka akal harus di selaraskan dengan wahyu jangan sampai bertentangan. Manusia membutuhkan agama, dan agama membutuhkan wahyu, agama dan wahyu membutuhkan pengamalan, pengamalan membutuhkan keikhlasan, untuk mengapai keridhaan Sang Ilahi. Agama membimbing manusia kepada kemulian Tuhan, dan kemuliaan dapat di capai dengan amal saleh dan pemikiran yang sehat yang selalu berfikir positif terhadap Sang Illahi.

Agama memungkinkan manusia melakukan hal-hal yang besar yang mampu di lakukannya, dan ia menyebabkan orang dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat di lakukan orang lain, ia memberikan kepadanya kedamaian dan kebahagian, keharmonisan dan kesadaran akan tujuannya, dan ia memberikan semuanya ini dalam bentuknya yang mutlak.

Manusia dalam mencari kebenaran tentunya segala daya dan upaya pasti ia lakukan, dalam keadaan gelisah, sedih manusia seringkali bertanya pada dirinya, apa yang terjadi dalam hidup ini memang suatu keputusan Tuhan atau memang hukum alam, di sinilah kesadaran manusia dalam memahami realitas kehidupan yang penuh dengan teka-teki, manusia hidup di dunia pasti menginginkan kesenangan, kebahagiaan, bahkan bercita-cita hidup ingin serba mulia, damai dan abadi. Tidak ada seorang manusia pun yang menginginkan hidupnya hancur dan berantakan. Manusia yang punya hati nurani akan selalu menggali makna dalam kehidupan ini, hidup memang harus di perjuangkan, tanpa perjuangan kebahagiaan dan kesuksesan tidak akan pernah di raih, cobalah perhatikan di balik kesuksesan sesorang apakah ia menunggu tanpa usaha dan berdoa, ataukah ia berusah dan mencari solusinya, Jangan bermimpi kesuksesan hidup tidak akan datang dengan sendirinya, perlu usaha yang maksimal untuk meraihnya.

Agama Dan Akal
Dalam hidup perlu ada suatu pedoman yang bisa membawa manusia kepada keyakinan diri yang kuat, yang bisa membangkitkan semangat dalam menjalani kehidupan yang serba kompleks, dengan dasar kepercayaan dan kekuatan yang ada dalam diri manusia bisa membedakan mana yang bisa dia rasakan manfaatnya. Ketika kekuatan jiwanya stabil manusia akan selalu berusaha untuk maju, mencari sesuatu yang bisa menyebabkan dirinya damai dan sejahtera. Agama memberikan bimbingan kepada manusia untuk meraih apa yang yang ia kehendaki dalam hidup.
Agama merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang di gunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan manusia. Agama merupakan ekspresi suatu bentuk kepercayaan, ketergantungan pada kekuatan di luar diri sendiri, yakni kekuatan yang dapat kita katakan sebagai kekuatan spiritual.
Kepercayaan terhadap sesuatu yang di anggap baik, merupakan olahan dari rasio. Ketika diri menilai terhadap sesuatu objek, akal berperan untuk melihat, memahami dan merasakan sesuatu yang dapat di aktualisasikan dalam hidupnya.

Menentukan pilihan dalam hidup, manusia akan selalu menilai kebaikannya untuk di jadikan suatu patokan dalam melangkah dan mencari. “Melangkah” terekspresikan dalam perjuangan mencari kebenaran yang hakiki. Sedangkan “mencari” merupakan upaya untuk memahami dan mengerti apa substansi dan esensial dalam kebenaran itu. Dalam kebenaran terkandung kebijaksanaan yang hakiki dan akal akan senantiasa menilai untuk di jadikan pegangan dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Masalah besar bisa jadi kecil ketika akal menginterpretasikannya dalam hal positif thingking, dan masalah kecil bisa menjadi besar ketika akal menginterpretasikannya dalm hal negatif thingking. Akal yang sehat akan selalu memandang segala sesuatu dalam dimensi kearifan sehingga akan terasa kedamaian dalam diri, hidup terasa indah dan penuh cinta kasih. Akal yang di gunakan untuk berfikir ibarat cermin yang menampakam kebaikan dan keburukan dirimu. Agama yang merupakan kekuatan spiritual akan bermakna jika sama-sama dengan akal memahami kebenaran, tetapi apabila akal bersebrangan dengan agama maka hasil yang akan di dapat adalah kegagalan hidup. “Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”.(al-Hajj: 46).

Akal yang selalu di gunakan funsinya akan membawa kebaikan dalam agama, tetapi akal yang mengkritisi dan menghujat agama tanpa konsep wahyu, maka akan terjadi ketimpangan dan selalu mengikuti hawa nafsu. “Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak di pergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, dan mereka mempunyai mata tetapi tidak di pergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunayai telinga tetapi tidak di pergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itulah sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai”. (al-A’raaf: 179).
Sekiranya agama di jadikan sebagai pijakan untuk meraih kasih Sang Ilahi tentulah akal akan memberikan pemahaman terhadap substansi kebenaran. Bahwa kebenaran itu mutlak hanya milik Tuhan yang menguasai jiwa di atas genggaman-Nya.

Akal Dan Wahyu
Akal berfungsi untuk memberikan pengertian dan pemahaman. Akal akan terus memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang konsep agama, jika akal bertanya tentang “Sang Pencipta Kebenaran”, maka di sinilah konsep wahyu berperan. Allah yang mengatur seluruh umat manusia, Dia Maha Penyayang dan Maha Bijaksana terhadap hamba-hambanya. Manusia dengan akalnya bertanya tentang kasih sayang Allah, mengapa Allah Maha Pengasih Apakah manusia telah membalas kebaikan-Nya yang selama ini Allah berikan kepada hamba-hambanya. Allah Maha Mengetahui apa yang di bisikan dalam hati seluruh umat manusia.

“Dialah Allah yang tida ada Tuhan kecuali Dia, Yang Maha Mengetahui perkara yang tersembunyi dan yang tampak. Dialah Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang” (al-Hasyar22).
Manusia mencoba untuk mengetahui tentang eksistensi Allah, dan tentunya akal manusia tidak bisa menyamakan antara Allah dengan makhuluk-Nya, dan tidak bisa di lihat sebagaimana manusia saling melihat, kenapa? Karena dzat Allah berbeda dengan makhluk, kalau Allah bisa di lihat sebagaimana manusia, berati Allah sama dengan makhluk, padahal dalam hal ini dzat Allah berbeda dengan manusia. Manusia dalam menghadapi berbagai cobaan hidup di dunia di bekali akal oleh Allah, tetapi akal ini terbatas, hingga banyak manusia yang tidak bisa menyelesaikan masalahnya, banyak yang putus asa, kecewa yang akhirnya menghindar dari masalah, di sinilah wahyu berperan. “Jangan engkau berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir”.( Yusuf: 87).

Sesudah manusia memahami kelemahanya, dan mengerti bagaimana berbuat yang terbaik buat diri, keluarga, dan juga masyarakat. Maka setiap dia melangkah pasti akan selalu bercermin pada pengalamannya. Wahyu dari Ilahi mengajarkan manusia untuk selalu befikir sebelum berbuat. Kesadaran diri akan kekurangannya menjadikan bijaksana dalam memahami realitas hidup. “Kepunyaan Allalah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah di kembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia dan bertakwalah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”. (Hud: 123).

Wahyu merupakan kekuatan akal, wahyu dan akal merupakan pelengkap agama. Kemuliaan manusia dapat di raih jika akal dan agama bersinergi dengan wahyu . “Agama ini akan sampai pada setiap tempat di mana ada malam dan siang, dan Allah membiarkan satu rumah pun kecuali agama ini akan masuk kedalamnya bersama kemuliaan orang yang mulia atau kehinaan orang yang hina. Kemuliaan yang Allah muliakan dengan Islam dan kehinaan yang Allah hinakan dengan kekufuran”. (HR. Ahmad)
Wahyu Ilahi merupakan peneguh hati dan penguat keyakinan terhadap agama, pemahaman terhadap agama yang benar berdasarkan konsep wahyu maka akan konsisten dalam pengamalan nilai-nilai mental spiritual. “Anas bin Malik bercerita, “Suatu hari, Rasulullah membacakan kepada kami ayat ini. ( Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka ). Kemudian Rasulullah bersabda: “Banyak orang yang mengucapkannya, tetapi kemudian mereka kufur. Maka, siapa saja yang mengucapkannya (dan melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari ucapan itu) hingga ia meningal, maka dia telah beristiqamah,konsiten” (HR. Nas’I dan Bazzar).

Agama dan wahyu meberikan makna dalam hidup, kalau hidup hanya mengandalkan akal sema-mata pasti akan terjebak kedalam dosa. Ketika manusia terjebak kedalam dosa, maka agama dan wahyu memberikan penilaian bahwa perbuatan itu tercela, dan memberikan solusi kedalam kebajikan dan kebijaksanaan. “Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal” (Ali-Imran: 135-136).
Dengan di bekali akal oleh Allah, manusia di beri tugas untuk menjalankan amanah ibadah, kalau sekiranya manusia tidak di bekali wahyu maka manusia tidak akan pernah sangup memikulnya. “Sesungguhnya Kami mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan menghianatinya, dan di pikulah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat lalim dan amat bodoh”. (al-Ahzab: 72).

Dengan konsep wahyu, manusia bisa mengunakan potensi dirinya untuk menjalankan misi ibadah yang di ridhai. Perbuatan baik manusia di nilai oleh agama dan wahyu sebagai aktualisasi hidup. Menjahui perbuatan yang tercela di nilai oleh agama dan wahyu sebagai kebersihan jiwa. “Kamu adalah umat yang terbaik yang di lahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang baik [amar ma’ruf], dan mencegah dari perbuatan jahat [nahi munkar],dan beriman kepada Allah”.(Ali-Imran: 110).

Dalam bahasa modern amar ma’ruf dapat di pahami sebagai humanisasi, yaitu program pemberdayaan dan peningkatan kwalitas Sumber Daya Manusia. Nahi munkar di pahami sebagai liberasi, yaitu ikhtiar membebaskan umat dari kedzaliman dan berbagai pelanggaran moral. Sementara iman bermakna transendensi, yaitu seruan agar manusia tidak melupakan komitmen dan perjanjian primordialnya dengan Allah.
Wallahu a’alam bisshawab.

0 komentar:

Posting Komentar