Kamis, 11 Februari 2010

JANGAN MAU DI EKSPLOITASI OLEH KAUM ADAM

Krisis keuangan akhirnya mengharuskan para ibu rumah tangga perlu memiliki kemampuan berhitung lebih cermat. Bekerja di luar rumah sering bukanlah solusi yang tepat, apalagi jika memiliki anak balita.

Islam menetapkan tanggung jawab utama wanita yang telah berumah tangga adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perawatan, pengasuhan, pendidikan anak usia dini adalah hal yang dikorbankan ketika ibu keluar rumah untuk bekerja. Belum lagi urusan pengaturan rumah tangga yang masih menjadi tanggung jawabnya 

Untuk itu, hal yang pertama kali dilakukan ketika krisis keuangan melanda rumah tangga adalah menetapkan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas. Dalam konsepsi islam,tentang hak dan kewajiban wanita yang dapat ditinjau dari segala aspek yang dapat disimpulkan dalam dua bagian:

1) Aspek Ibadah

Adalah hubungan manusia dengan Penciptanya, tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab sendiri/ individual yang tidak dapat siapapun untuk ikut campur tangan dalam hal ini.

Dalam aspek ini, tidaklah ada perbedaan antara laki-laki dan wanita kecuali dalam beberapa hal kecil yang berbeda yang diakibatkan oleh perbedaan dalam penciptaan, bentuk dan fitrah, karena wanita merupakan manusia mukalaf layaknya seorang laki-laki. Dan betanggung jawab sebagaimana layaknya laki-laki

Sebagaimana diterangkan dalam Firman Allah SWT surat Ghafer ayat 40:

من عمل صالحا من ذكر او انثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة يرزقون فيها بغير حساب

Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebaikan dari laki-laki maupun wanita dan mereka sedang dalam keadaan beriman kepada Allah SWT merekan akan masuk surga dan mendapat reziqi didalamnya yang tidak terhitung.

Al-Zalzalah ayat 7-8

فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره

ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره

Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebaikan walau sekecil zarrah (atom) ia akan melihat kebaikan

Dan kata (من) dalam bahasa Arab adalah Isim Mausul menerangkan bahwa yang ditujukan adalah laki-laki dan wanita.

2) Aspek Muamalat dan hubungan sosial.

Hubungan manusia biasanya berkembang mengikuti keadaan dalam lingkungan serta hubungan mereka masing-masing dengan lingkungannya apakah hubungan individu maupun hubungan umum.Disinilah tanggung jawab seorang wanita dapat diukur sesuai dengan besar kecilnya lingkaran pergaulannya, bilamana lingkungan ini membesar maka tanggung jawab akan besar pula dan jika lingkaran itu mengecil maka akan kecil pula tanggung jawab, dimana tanggung jawab tersebut berkaitan erat dengan hak dan kewajiban.

Istri mempunyai peran sangat besar terhadap keluarga. Banyak pekerjaan istri yang sebagian besar suami tidak bisa melakukannya, dan ada satu tugas istri yang tidak bisa dilakukan suami, yaitu melahirkan keturunan. Karena itu, kalau ada suami yang tegah, dan sengaja memaksa istrinya bekerja, secara tidak langsung telah mengeksploitasi istrinya. Wanita itu harus tau, kalo Allah itu meninggikan Laki-laki satu derajat lebih tinggi dibandingkan Wanita.

QS An-Nisa : 34

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

[289]. Maksudnya: Tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290]. Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[291]. Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. Nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan 
           rumah tanpa izin suaminya.
[292]. Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah 
          mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, 
         bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak 
         meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan 
         seterusnya.

Dalam pandangan Islam, suami istri memiliki perannya masing-masing. Seorang suami bertugas sebagai pencari nafkah sedang istri sebagai pengatur rumah tangga. Keduanya saling melengkapi bukan saling menyaingi. Dengan adanya pembagian peran itu, anak-anak tercukupi kebutuhannya baik materi (nafkah dari kedua orang tuanya khususnya dari laki-laki) maupun non materi/psikologi (kasih sayang dari orang tuanya khususnya dari perempuan). Hal inilah yang akan menjadikan anak merasakan hadirnya kedua orang tuanya dalam hati yang nantinya akan memunculkan sifat bakti pada mereka hingga mereka tua renta sekalipun.

Islam dan Jaminan Sosial.
Dalam Islam, jaminan sosial secara sistematis telah tetap. Bagi laki-laki diwajibkan mencari nafkah. Jika mereka tidak mampu karena modal dan softskill maka Negara akan menyediakan modal dan pengajaran untuk softskillnya. Lapangan kerjapun dibuka lebar-lebar oleh pemerintah agar tidak ada alasan bagi laki-laki untuk menganggur padahal ia mampu. Nafkah yang didapat dari laki-laki itu akan diberikan pada keluarganya yang menjadi tanggungannya. Jika laki-laki itu lemah tenaganya atau tak sanggup lagi bekerja karena sudah tua renta maka yang wajib menafkahi ia dan keluarganya adalah ahli warisnya dan kerabatnya yang terdekat. Jika ahli warisnya tidak sanggup menafkahi mereka atau mati maka beban nafkah akan ditanggung oleh Negara dari pemasukan zakat. Jika Negara tidak sanggup maka hal itu akan dibebankan pada kaum muslimin yang kaya.

“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)  (Q.s Al Ma’arij 24-25)

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin..” (At Taubah 60)

Jadi,kembali kepada masalah manita yang menjadi tulang punggung keluarga dalam arti yang menafkahi keluara,dalam konteks ini wanita tidak wajib menafkahi keluarga,yang mempunyai tanggungan sebagai yang menafkahi keluarganya tetap suami sesuai dengan firmn Allah:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)

0 komentar:

Posting Komentar