Senin, 25 Mei 2009

REMAJA: MENERIMA KENYATAAN HIDUP

Kehidupan memang sudah ada yang mengatur,tinggal kitanya yang harus menjalani dengan penuh kesabaran.”Allah tidak akan merubah nasib seseorang,kecuali orang tersebut yang mau merubah nasibnya sendiri”.Begitulah kata al-Qur’an.

Sejak masa kanak-kanak saya sering mendengar mami bilang.”Jadi anak itu harus saleh,taat terhadap perintah Allah,tidak boleh melawan kepada orang tua,hormatilah orang yang lebih tua”.Kata-kata itu yang yang selalu terngiang di telinga saya,mungkin karena mamiku mempunyai harapan besar kepada anak laki-lakinya,menjadi anak yang saleh yang bisa di banggakan pada masa yang akan datang.

Saya masih teringat ketika lulus SD mami memanggil saya,kemudian dia menyuruh saya duduk di depannya,sambil menatap saya dengan penuh kasih sayang.Nak….dengar kata-kata mami,Kakekmu itu kan orang yang mengerti agama,panutan masyarakat,mami ingin Rendi itu seperti kakek biar menjadi orang yang berguna yang selalu di do’akan sama orang karena kebaikanmu.

Sekarang pergilah ke kamar bereskan pakian ,besok kita berangkat ke tebu ireng untuk daftar sekolah.Kok ke tebu ireng mi… jauh banget memang di sini tidak ada sekolah? Ada …tapi mami mau menitipkan Rendi sama Pak kyai di sana. Dalam benak saya masih tergambar pada saat itu air mata mami mengalir membasahi pipinya,saya jadi sedih melihatnya.Mi….ada apa kok menangis tanya saya penasaran, mami hanya tersenyum melihat ke arah saya. Nak…kamu masih kecil jadi tidak akan mengerti masalah yang mami hadapi.

Perjalan waktu memang tidak terasa.”Setiap kejadian Kami putarkan di antara manusia”. Begitulah kata al-Qur’an. Selepas SMP saya di titipkan lagi kepada pimpinan pesantren,di kota yang sama untuk belajar sambil nyantri, saya jadi terharu sama mami menjadi single parent membesarkan anak laki-lakinya yang semata wayang. Setiap dua bulan sekali mami datang kesekolah untuk melihat keadaan saya, begitu mulia hatinya, saya bangga punya mami yang sangat menyayangku. ”Ya Rabbi….!!! Kasihanilah mamiku,dia sudah lama di tinggal mati sama ayah, balaslah jasa-jasanya selama ini, yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang”. Itulah do’a saya setiap kali melihat wajahnya. Ketika mengingat jasa mami, saya jadi teringat lagu ketika saya masih SD yang di ajarkan sama ibu guru yang berbunyi. “Kasih ibu kepada beta,tak terhingga sepanjang masa,hanya memberi tak harap kembali,bagai sang surya menyinari dunia”.Subhanallah….Lagu itu benar-benar menjadi inspirasi bagi saya bagaimana berbakti kepada orang tuaku dengan penuh keikhlasan.
Di keheningan malam saya selalu bangun untuk shalat dan berdo’a. “Ya Tuhanku…!!! Ampunilah aku dan kedua orang tuaku,dan kasihanilah keduanya,sebagaimana keduanya mengasihiku sejak kecil”. Saya berjanji pada-Mu ya Rabb…!!! Akan selalu mendo’akan orang tuaku selama saya hidup.

Pada suatu hari,mami tiba-tiba datang kesekolah dan mengajak saya menemui pimpinan pesantren untuk membicarakan suatu hal yang di anggap penting. Sesudah Pak Kyai Sapta menyambut kami dan mempersilahkan untuk duduk,mami memegang tangan saya dan berkata. Duduknya di sini nak…kata mami,menyuruh saya supaya duduk di sampingnya. Bagaimana kabar ibu? Kata Pak Kyai memulai pembicaraan. Alhamdulillah sehat Pak Kyai. Kata mami menjawab pertanyaan Pak Kyai. Begini pak Kyai,maksud kedatangan kami kesini itu untuk membicarakan anak saya,sudah kelihatan sama saya sekarang dia dewasa dalam berpikir,tolong Pak Kyai,nasihatilah dia sebelum meninggalkan pesantren ini.

Rendi bagaimana perasaanmu selama di pesantren? Kata Pak Kyai bertanya kepadaku. Selama saya dalam bimbingan Pak Kyai di pesantren Alhamdulillah banyak ilmu agama yang saya dapatkan,saya lebih tenang dan mengerti bagaimana bebuat baik sama orang tua.Mmm….Syukurlah kalau begitu,kata Pak Kyai sambil tersenyum. Sebagai pimpinan di pesantren ini,Pak Kyai berpesan sama Rendi, “berhati-hatilah dalam bergaul sebab,pergaulan sangat potensial sekali dalam membentuk kepribadianmu.Saya pernah jadi kamu,tapi kamu belum pernah jadi saya,artinya Pak Kyai pernah mengalami dan merasakan bagaimana perasaan seusia kamu,kalau tidak bisa membawa diri,kita akan terbawa arus dalam pergaulan jelek yang merusak akhlak,dan kamu belum mengalami dan merasakan kekhawatiran Pak Kyai dan orang tuamu selama ini”. Tapi insya Allah perjalan waktu yang akan menjawabnya,Pak Kyai yakin Rendi bisa menjaga nama baik pesantren dan juga keluargamu.Terima kasih Pak Kyai atas kepercayaan dan nasehatnya kepada anak saya,kata mami sambil menangis,saya jadi sedih Pak Kyai anak saya ini belum pernah melihat wajah ayahnya. Memangnya kemana? kata Pak Kyai. Begini Pak Kyai kata mami meneruskan pembicarannya.Semenjak enam bulan dalam kandungan ayahnya meninggal dunia,saya kasihan sama dia,tadi pas mendengar kata-kata nasehat dari Pak Kyai ke Rendi,saya jadi teringat ke ayahnya,kalau sekiranya sekarang masih hidup, mungkin dia merasa bangga punya anak seperti Rendi yang taat terhadap ajaran agamanya. Oh…begitu yah,kata Pak Kyai sambil melihat kearah saya. Mendengar kata-kata Pak Kyai dan mamiku saya jadi terharu banget,hingga dalam hati saya mengadu kepada Allah. ”Ya Allah…!!! Kenapa nasib saya seperti ini?. Saya yakin Engkau tidak akan menzalimiku,Ya Allah..!!! Berikanlah hikmah di balik semua ini,dan kuatkanlah jiwa ini dalam menjalani kehidupan”.

Rendi,kamu adalah anak yang beruntung,kata Pak Kyai.Punya mami yang baik,hatinya mulia.Iya Pak Kyai.Jawab saya pendek.”Berbaktilah kepada ibumu”.Kata Pak Kyai meneruskan omongannya,ingat sabda Rasulullah,ketika seorang sahabat bertanya kepada beliau.Ya Rasulullah siapa yang pertama harus saya pergauli dengan baik? Rasulullah menjawab: “Ibumu…kemudian siapa lagi? Ibumu…kemudian siapa lagi? Ibumu…kemudian bapakmu”.Rendi kamu harus sayang sama ibumu,harus mentaatinya selama dalam ketaatan kepada Allah.Sambil menatap mata saya Pak Kyai meneruskan bicaranya,bapakmu kan sudah meninggal,jadi do’akanlah selalu.Iya Pak Kyai.Jawab saya dengan suara gemetar.

Kalau kamu ingin melakukan urusan mintalah restu dari ibumu,sebab ridha Allah tergantung ridhanya orang tua,murka Allah tergantung murkanya orang tua.Begitulah kata-kata Pak Kyai menegaskan.Tanpa di sadari air mata saya mengalir membasahi pipi,mami yang dari tadi mendengar kata-kata Pak Kyai memegang tangan saya sambil berkata, “Berjiwa besarlah nak…!!! Kamu kan anak laki-laki. Iya mi… Kata saya dengan suara yang hampir tidak kedengaran saking pelannya. Mami dan Pak Kyai rupanya mengerti dan memahami apa yang saya rasakan selama ini. Sekalipun mami tidak bilang saya yatim dalam kandungan,tapi saya banyak mendengar dari tetangga dan kerabat-kerabat ayah yang banyak bercerita tentang nasib saya. Ketika mami pindah ke Jakarta saya baru semester empat di Institut Agama yang ada di Bandung. Pada akhir semester empat saya menyusul mami ke Jakarta,di rumah yang baru ini,saya menemukan suasana yang baru dalam hidupku.
Saya memang tidak menyangka,bahwa mami sudah menjodohkan saya dengan seorang wanita yang background pendidikan umum. Pada hari minggu kira-kira jam sembilan pagi,saya lihat dari jendela kamar tiba-tiba ada yang datang suami istri dan satu orang anak perempuan yang penampilannya cukup mempesona, laki-laki yang melihatnya pasti akan terpikat hatinya.Saya juga harus jujur dalam hati bahwa dia sangat angun di mata saya.Keluarga ini siapa ya?.Begitu kata saya dalam hati.

Dari luar kamar mami memanggil saya,Rendi…Rendi…keluar temanin mami ada tamu tuh,tolong bikinin dulu air teh manis ya…!!! Nanti bawain keruang tamu.Iya mi…jawab saya pendek.Rendi duduk sebentar mami ingin bicara,ada apa mi?Begini…selama ini mami belum bercerita punya teman bisnis di Jakarta,alhamdulillah hari ini orangnya datang,ini yang di depan Rendi namanya Bapak H. Farda. dan istrinya ibu Hj. Divani.Oh iya, ini anaknya yang ke dua namanya Lusita Farda,dia baru masuk kuliah anaknya baik. Kata mamiku menjelaskan kepada saya. Pak Farda, ini anak saya namanya Rendi yang saya sering bicarakan denga Ibu Hj. Divani,Iya…Saya sering mendengar namanya dari istriku,ternyata sekarang ketemu”,Kata pak Farda.
Sebetulnya saya sering di ajak mami kerumah bapak tapi….Tapi apa? Tanya pak Farda sambil melihat kearah anaknya. Belum ada waktu Pak. Jawab saya.Oh… begitu ya,tidak apa-apa, lain kali saja kata pak Farda sambil tersenyum.
Pada hari sabtu jam tujuh mami ngasih nomor handphone Lusita dia bilang,Rendi tolong bilangin ya sama Lusita mami nanti mau datang jam sepuluh siang,kok harus saya yang bilang sama Lusta,Tanya saya. Mami saja biar nyambung, kan sama-sama perempuan,Sudah Rendi saja yang bicara biar tanbah dekat gitu lho….Saya hanya bisa diam, tidak membalas kata-kata mami. Akhirnya saya nelpon Lusita,rupanya Lusita sudah tau no.handphone saya dari mami,pas saya bilang hallo… dia bilang,Ini kak Rendi ya?. Iya, jawab saya.Tahu no.handphone saya dari siapa? Kata saya bertanya. Ada aja...Kata dia sedikit manja.Oh iya… Lusita kata mami nanti jam sepuluh pagi mau datang kerumah,tolong bilangin ya sama bapak dan Ibu.Iya kak Rendi saya tunggu kedatangannya.

Pada hari itu juga jam delapan pagi datang Ustadz Baiquni penceramah di Majelis Ta’lim Jakarta,berserta rombongan di antaranya lima belas orang ibu-ibu,sepuluh orang bapak-bapak. Jam Sembilan rombonganku sudah siap berangkat kerumah Bapak Farda,sesampai di rumahnya keluarga Pak Farda begitu antusias menyambut kedantangan rombonganku.Ya Rabbi…Saya baru tau dari Ustadz Baiquni bahwa kedatangan rombonganku itu dalam rangka acara tunangan saya, saya tidak habis pikir…dalam hati,tapi itulah kenyataan yang saya hadapi.Saya melamar Lusita di wakili oleh Pak Ustadz Baiquni dari pihak Lusita di wakili oleh Ustadz Hamdan.

Seminggu sesudah acara tunangan saya janjian dengan Lusita di rumahnya,untuk membuat komitmen.Sesudah duduk di ruang tamu,saya mulai melontarkan pertanyaan kepadanya.Bagaimana menurut Lusita tentang tunangan kita ini…?Kalau menurut kak Rendi Bagaimana…?Kok balik bertanya,kata saya.Kan kak Rendi laki-laki, jadi berilah saya pengertian bagaimana baiknya.Oh…Begitu ya.Lusita… percaya gak sama kak Rendi selama ini?Iya kak,kata dia sambil tesenyum menatap kearah saya.Sebetulnya saya banyak dengar dari mami tentang kepribadian lusita,orangnya baik,taat lagi sama orang tua,saya salut sama lusita.Ah....kak Rendi bisa aja,kata dia sambil memalingkan mukanya karena malu.Kak Rendi…saya orang yang tidak begitu mengerti masalah agama,karena saya kan pendidikannya umum, saya sangat mengharapkan seorang suami yang bisa membimbing dalam hidup ini,harapan saya itu ada pada kak Rendi. Mendengar kata-kata itu saya jadi termotivasi untuk meneruskan kuliah keluar negeri.Sayang…Kak Rendi ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan keluar negeri,bagaimana menurut Lusita?Kata saya meminta pendapat dia.Kalau saya sangat mendukung keinginan kak Rendi,karena itu kan untuk kebaikan kita semua,iya kan? Betul, besok kita bicarakan dengan bapak dan ibu,mudah-mudahan mereka memberikan izin kepada kak Rendi.Sesudah berbincang-bincang dengan Lusita saya minta izin untuk pulang,sesampainya di rumah,saya langung menemui mami. Kebetulan mami lagi duduk di halaman rumah.Mi…Rendi mau bicara.Ada apa?. Kata mami menatap saya,begini mi…kata saya pelan.Besok mau memusyawarahkan tentang pemberangkatan kuliah Rendi keluar negeri di rumahnya keluarga pak Farda,kalau bisa mami hadir,insya Allah…mami akan berangkat besok dengan Rendi.Besoknya jam delapan pagi saya dengan mami berangkat ke rumah keluarga pak Farda,setibanya di rumah rupanya pak Farda dengan istrinya sudah tahu kedatanganku,mungkin sebelumnya Lusita ngasih tahu ke orang tuanya.Begini Pak Farda maksud kedatangan saya ini,mahu memusyawarahkan tentang keinginan Rendi mahu berangkat kuliah ke luar negeri,kata mami menjelaskan.Kalau saya degan keluarga insya Allah mendukung,kata Pak Farda menaggapi kata-kata mami.Kalau begitu kita persiapkan pemberangkatannya,kata mamiku.Rendi kapan berangkatnya?Kata Ibu Hj. Divani istrinya Pak Farda,bertanya kepadaku. Insya Allah hari Jum’at bu...

Tidak terasa hari jum’at sudah tiba kira-kira jam satu siang saya,mami dan keluarga pak Farda sudah berangkat ke bandara Cengkareng.Tiba di Cengkareng sambil menunggu pesawat saya sempat berpesan kepada Lusita,sayang…jaga diri baik-baik ya,percayalah sama kak Rendi,insya Allah akan selalu setia sama Lusita.Kata saya memberikan harapan.Iya Lusita percaya sama Kak Rendi
Karena waktu berangkat pesawat telah tiba,akhirnya saya melangkah menuju pesawat,tiba-tiba Lusita mengejar saya.Tunggu kak..!!!Jangan lupa ya,sesudah sampai ketempat tujuan hubungi saya.Insya Allah,jangan khawatir sayang.Kak Rendi…Hati-hati ya,Selamat berjuang…!!! semoga sukses apa yang di cita-citakan sama kak Rendi,Lusita di sini akan selalu mendo’akanmu siang dan malam,percayalah Lusita akan selalu setia menunggumu.Bye…bye…ma’assalamah

0 komentar:

Posting Komentar